Tuesday, 07.02.2012
09:20 pm
bedroom as always-
Hello fellas!
Di Trans 7 sekitar pukul setengah 6 sore ada sebuah acara TV yang menurutku sangat bagus untuk ditonton. Judulnya ‘Orang Pinggiran’. Acara itu menyorot kehidupan kaum pinggiran yang sering terlupakan. Kondisi fisik, cara hidup, bahkan perjuangan mereka dalam menghadapi banyak hal di dunia yang kadang dengan cara yang tak terbayangkan olehku, atau mungkin oleh kalian semua.
Hari ini (7 Feb 2012) acara tersebut menyorot kehidupan seorang gadis kecil, Maryamah namanya. Maryamah tinggal di Deli, Sumatra Utara. Umurnya baru 13 tahun. Sejak 3 tahun yang lalu, setelah ayahnya meninggal karena sakit, Maryamahlah yang merupakan tulang punggung dikeluarga tersebut. Ibunya, Umayah, harus mengurus ketiga orang cucunya yang masih kecil-kecil. Maryamah memiliki kakak, namun sudah beberapa tahun kakaknya merantau dan tak pernah pulang. Kakak Maryamah itu sebelumnya menitipkan anak-anaknya pada ibu Maryamah. Jadilah setelah sang ayah wafat, Maryamah harus bekerja keras demi ibu dan keponakan-keponakannya.
Maryamah masih bersekolah, kelas 6 Sekolah Dasar. Kadang saat salah satu anggota keluarga sakit atau mereka kekurangan uang untuk makan, Maryamah dituntut untuk bekerja lebih keras. Jika terjadi hal tersebut Maryamah tidak bisa pergi sekolah. Dia bekerja mencari kerang di rawa-rawa yang jaraknya 4 km dari rumahnya. Bertelanjang kaki berjalan sepanjang jalanan desa yang berlumpur. Mengumpulkan kerang sebanyak-banyaknya untuk dijual. Daerah rawa tempatnya mencari kerang bukanlah tempat yang aman-aman saja. Pernah suatu saat Maryamah merasa ada suara desisan ular tepat di atas kepalanya.
“Yang penting jangan bergerak kalo sudah begitu,” ucap Maryamah polos.
Seharian mencari kerang biasanya Maryamah bisa mendapat 150-200 kerang. Cangkangnya yang besar dan berat membuatnya kesulitan membawa karungan kerang itu pulang untuk dibersihkan oleh sang ibu. Kerang yang sudah didapat itu memang tidak serta merta dijual olehnya. Kerang itu dibersihkan lalu diambil isinya. Barulah kemudian Maryamah berjalan lagi keliling desanya untuk berjualan kerang. Dihargai Rp. 5000,00 per bungkusnya tidak membuat Maryamah kecil hati, ia rela berjalan lagi beberapa kilometer menjajakan kerang demi keluarganya. Jika ada waktu senggang pun Maryamah tidak hanya berdiam diri. Dia sering mencari-cari pekerjaan tambahan. Beruntung Maryamah dikelilingi oleh tetangga yang peduli. Tak jarang Maryamah bekerja mencari genjer di sawah-sawah tetangganya untuk kemudian dijual kembali. Tidak ada tetangga yang melarangnya, karena kegiatannya tersebut justru menguntungkan, sebab genjer adalah salah satu hama bagi padi.
Maryamah adalah anak yang tekun. Dia selalu mengaji setiap malam.
“Ayah yang selalu mengajarkannya,” jelas Maryamah, “ketika sakit, ayah berjanji mengajak ngaji sekeluarga kalau sudah sembuh nanti, tapi ternyata ayah meninggal sebelum sempat ngaji barengan, waktu itu aku baru pulang sekolah.”
Maryamah sering menangis ketika mengingat sosok ayahnya. Ayahnyalah yang mengajarkan banyak hal padanya.
“Waktu ayah masih hidup, kita ga terlalu kekurangan kayak gini. Aku rindu ayah mak,” Maryamah kemudian menangis dipundak ibunya.
Maryamah kini menginjak kelas 6 Sekolah Dasar. Dia tidak tahu apakah dirinya akan dapat terus melanjutkan ke tingkat SMP atau harus kandas di bangku Sekolah Dasar. Baginya diperlukan perjuangan yang lebih lagi untuk bisa meneruskan keinginannya untuk sekolah lebih tinggi. Karena Maryamahlah satu-satunya anak dari keluarganya itu yang masih berkesempatan untuk sekolah.
Kisah Maryamah ini membuatku tersindir. Sedih, dan merasa betapa aku ini sangat beruntung. Terlahir di lingkungan yang cukup kadang membuat banyak orang ‘lupa’. Ada banyak hal di dunia ini yang belum pernah kita lihat. Ada banyak hal yang patut kita syukuri. Untuk hidup, air, udara, iman, hingga sinar mentari yang setiap hari terlihat.
No comments:
Post a Comment
Thanks for visiting mine :)
Enjoy!
love,
Nabila