14.07.2013
21:52 wib
text.
Saya tidak tahu apa yang seharusnya saya post di sini, hari ini, atau saat ini.
Sejujurnya saya bingung harus menulis apa. Cerita, puisi, lirik lagu, atau apapun itu.
Belakangan ini seperti lari dari kenyataan. Saya mencoba sekuat tenaga untuk lari. Kemudian berhenti sejenak, lalu lari lagi.
Habisnya setelah dipikir, dunia memang seringkali kejam, dari satu sisi. Dan di sisi lain, saya pikir mungkin saya takut melihatnya.
Melihat ke arah lain dari dunia yang selama ini ada di hadapan saya. Takut menyadari kenyataan. Dan ya, saya lari.
Belakangan ini mama dan papa seringkali tidak sejalan. Apa itu namanya? Bertengkar? Yah semacam itulah.
Lalu? Entahlah, saya hanya bingung harus bagaimana dan seperti apa.
Di depan mama yang suatu kali menceritakan isi hati dan keluh kesahnya.
Di depan papa yang bersikap seolah tidak banyak hal yang terjadi, tidak ada apa-apa.
Di depan adik-adik.
Di depan cermin.
Belakangan saya tahu darimana sifat 'ngambekan' saya ini berasal.
Saya juga sadar, darimana kemampuan sulit move on saya tertanam.
Saya hanya bingung.
Mungkin juga takut salah jalan.
Sedikit lagi semester 5 datang.
Awalnya saya kira tempat ini menyenangkan. Tempat yang akan saya jalani setidaknya selama 4 tahun, yah kurang lebih. Tapi ternyata di tengah jalan saya mulai bosan. For what?
Hampir semuanya. Semua yang saya lihat dan temui di sini. Di tempat saya belajar.
Ah, untung kemampuan melarikan diri saya cukup terlatih. Sedikit saja, saya sudah bisa menyembunyikannya. Meski sedikit.
Saya lebih suka bermain-main. Dibanding belajar dan banyak hal yang seharusnya saya lakukan dan tekuni di tempat itu. Seharusnya.
Lihat saja, saat berkunjung ke perpus misalnya. Anda tanya di mana rak buku genetika dan kimia organik? Mungkin saya hanya bisa menggeleng, atau mungkin berkeliling dulu sejenak.
Tapi kalau ditanya rak buku sastra, cerita, dan novel? Ah, anda pasti tahu. Saya memang suka sekali di sana.
Duduk sendiri. Membaca berjam-jam tanpa ingat waktu. Hingga tertidur. Nyaman. Saya selalu suka berada di perpustakaan.
Awalnya saya punya beberapa orang teman. Lalu kemudian saya memilih. Setiap orang pasti memilih siapa yang akan berteman dekat dengannya. Wajar bukan?
Tapi saya tak bisa.
Dua tahun, dan saya belum menemukannya.
Mungkin ini juga karena ada Hilda, sahabat saya sejak kecil itu ada di satu universitas, meski beda fakultas.
Mungkin itu sebabnya saya merasa seperti 'kurang gaul' di tempat itu. Merasa sepertinya tidak terlalu penting mengetahui banyak hal di sana. Toh, pada dasarnya tidak ada hubungannya langsung dengan saya.
Pikiran yang sempit, semena-mena, dan penuh dengan tuntutan akan kebebasan.
Ya, itu saya.
Sekarang seperti dibalik. Dulu saya memilih, lalu sekarang saya balik dipilih. Atau tidak.
Yah, mungkin tidak. Tapi, siapa peduli. Tidak, saya memang peduli. Meski tidak banyak.
Pada akhirnya seharusnya saya punya setidaknya satu atau dua teman dekat sekali yang bisa diajak bersama kemanapun. Bercerita apapun. Semuanya. Tapi tidak. Saya tidak punya yang seperti itu. Di sana.
Kadang saya hanya berpikir. Tidak seharusnya menceritakan banyak hal. Seluruhnya, pada semua teman-teman saya. Sedikit saja, jangan terlalu banyak.
Setelah saya pikir lebih dalam, ternyata memang lebih baik seperti itu. Coba bayangkan. Perempuan itu pada dasarnya suka bergosip. Saya- dari dulu sebenarnya tidak terlalu suka membahasa banyak hal yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya langsung untuk saya, ataupun orang orang terdekat. Jadi ya, beruntung seringkali dihindarkan dengan hal-hal semacam itu. Yang tidak baik. Tentu saja.
Ketika suatu waktu saya mendengar beberapa orang membicarakan seseorang yang lain. Awalnya manis, lalu tawar, dan kemudian mulai pahit. Hanya diam, saya bingung jika harus mendebat. Lalu? Bayangkan saja jika teman terdekatpun bisa jadi mangsa yang rupawan. Bagaimana saya yang pada dasarnya tak suka cari masalah. Bukannya takut. Saya hanya sulit percaya.
Membicarakan teman sendiri? Ah, Rabbi..
Padahal di luar semua terlihat baik-baik saja,
Padahal..
Dunia ini kejam ya? Bahkan bagi seorang gadis kecilpun.
..
Saya kekanakan? Iya, benar. Say egois? Tepat.
Saya hanya cenderung tidak ingin dipersulit.
Semua orang punya hidup dan urusannya masing-masing. Jika ada suatu hal yang bisa anda kerjakan sendiri tanpa bantuan berarti dari orang lain, kenapa tidak dikerjakan sendiri?
Saya sedih melihat suatu ketika seorang teman meminta tolong saya untuk melakukan sesuatu.
Menggunting kertas.
Kenapa tidak kamu gunting sendiri?- tanya saya
Tidak bisa.- jawabnya.
Wajar?
Ketika kedua tanganmu utuh. Jari-jarimu kokoh. Dan tulang-sendimu masih tegak.
Tidak bisa?
...
Maaf. Saya memang egois.
Kalo bingung tinggal pegangan :)
ReplyDeletehmm iya -__-
Deletekamu lampung mana?
ReplyDeleteBandarlampung :)
DeleteSemangat nabila kuliahnya:)
ReplyDelete